Emansipasi Wanita (EW) dan Kontra-Pria

kontra-priaEmansipasi Wanita (EW) adalah geliat yang dibangkitkan oleh kaum wanita, yang menurut pendirian mereka, wanita haruslah mempunyai derajat yang sama dengan pria, derajat di dalam hal hak, kewajiban, kehormatan, kesempatan, dsb. Tidak ayal lagi, Emansipasi Wanita (EW) ini dibangkitkan karena adanya latar-belakang yang ‘kurang menguntungkan’ buat kaum wanita. Itu menurut pendirian mereka.

Adanya ketidakadilan, penindasan atas kaum wanita, keterbelakangan kaum wanita dibanding kaum pria, dsb, dianggap sebagai latar-belakang yang mempengaruhi lahirnya geliat Emansipasi Wanita (EW) ini.

Untuk diringkas, di dalam pendirian kaum wanita, geliat Emansipasi Wanita (EW) mempunyai dua dasar:

  1. Bahwa seharusnya pria dan wanita itu sejajar, karena pada dasarnya, kaum wanita mempunyai keunggulan dan kompetensi yang sama dengan pria. Oleh karena itu maka hak, kehormatan pun juga harus sama antara pria dan wanita.
  2. Bahwa ternyata selama ini kaum wanita kenyang oleh penindasan dan kecurangan kaum pria atas mereka. Kaum pria dianggap mengkerangkeng perempuan hanya untuk ditempatkan di sektor domestik, yang menurut pendirian kaum wanita, merupakan sektor kehinaan dan keterbelakangan.

Demi mencapai geliat Emansipasi Wanita (EW) ini, kaum wanita sophis berpandangan sempit (sempit sekali) di dalam hal intervensi kaum pria. Mulailah kaum wanita sophis menerjunkan segala pendekatan yang mengarah pada tudingan kepada kaum pria. Sejak bangkitnya gejala Emansipasi Wanita (EW), kaum pria diserbu permusuhan dari kaum wanita sophis. Gejala ini disebut dengan kontra-pria.

Dengan adanya kecanggihan teknologi yang membuat semua pekerjaan menjadi mudah bahkan menyenangkan, bangkitlah kegilaan kaum perempuan, yang dikemas di dalam judul Emansipasi-Wanita (EW), atau kesetaraan antara pria dan wanita. Mereka pun mulai meneriakkan apa yang dinamakan ‘kontra-pria’, yaitu bahwa:

  1. Kaum wanita adalah sama unggulnya dengan kaum pria.
  2. Kaum wanita selama ini selalu ditindas oleh kaum pria supaya manut sebagai budak domestik gratis sepanjang hidup.
  3. Kaum wanita juga berhak untuk menjadi pemimpin sebagaimana halnya kaum pria; dan kaum pria harus berlapang dada menerima kenyataan betapa hebatnya wanita di tempat kerja, di sektor publik dan sebagai pemimpin.
  4. Kaum pria tidak pernah mengijinkan wanita untuk berkiprah di ranah publik, demi supaya wanita terus-menerus menjadi ‘upik-abu’ di dapur.
  5. Kedomestikan kaum wanita selama ini adalah rekayasa kaum pria untuk menyengsarakan kaum perempuan.
  6. Kaum wanita harus bebas dari bayang-bayang dan kekuasaan dan kesemena-menaan kaum pria.
  7. Patriakhisme adalah rekayasa kaum pria untuk mendodorkan wanita.
  8. Kaum pria-lah yang selama ini menghambat kemajuan kaum wanita.
  9. Kalau sejak awal kaum pria tidak menghambat kaum wanita, maka sekarang kaum wanita sudah sehebat dan seunggul kaum pria, sebagai penemu, sebagai pemimpin Kerajaan, sebagai filsuf, sebagai paus Gereja, sebagai pahlawan di medan perang, sebagai jenderal, dsb. Jadi, kalau sekarang wanita dilukiskan tidak bisa berbuat apa-apa, maka itu karena sejak awal potensi kaum wanita DIPASUNG oleh kaum pria di dapur, sumur, tempat tidur, dan tempat jemur.
  10. Dsb.

Hal-hal kegilaan yang menjangkiti kaum wanita (yaitu EW), berikut dengan geliat kontra-pria, sungguh, hanya ada setelah adanya kecanggihan teknologi. Artinya, hanya karena ada kecanggihan teknologi-lah (yaitu mainan kaum pria), kaum wanita mabuk-kepayang sejadi-jadinya. Karena ada kecanggihan teknologi, kaum wanita memperkatakan hal-hal yang di luar nalar, di luar kepantasan, pongah, bebal, dsb, terhadap kaum pria.

Sama diketahui, bahwa pria adalah,

  1. Para pemberani.
  2. Penakluk negeri-negeri yang jauh.
  3. Prajurit perang yang tangguh dan tahan-banting.
  4. Penakluk hewan-hewan buas.
  5. Penakluk hutan, gunung yang tinggi, samudra yang ganas, jurang yang terjal.
  6. Guru dan pendiri berbagai ilmu pengetahuan.
  7. Pencari nafkah keluarga.
  8. Penyayang perempuan.
  9. Penyayang anak-anak.
  10. Pelindung, pembela dan lemah lembut terhadap perempuan dan anak-anak.
  11. Penemu berbagai teknologi canggih, yang membuat hidup dan pekerjaan menjadi mudah, bahkan menyenangkan.
  12. Dsb.

Namun kaum wanita sophis menjungkir-balikkan keseluruhan hal tersebut. Hanya karena telah muncul kecanggihan teknologi yang itu pun ditemukan oleh pria, kaum wanita mempunyai keterampilan mengingkari bakti kaum pria kepada dunia dan keluarga. Mengingkari kebaikan dan bakti kaum pria yang dilakukan kaum wanita sophis inilah yang dinamakan dengan kontra-pria. Kita sedang membicarakan kaum wanita.

Kontra-pria, sebenarnya dapat dikatakan nama-lain dari ‘ber-oposisi terhadap pria’. Jadi, Emansipasi Wanita (EW) digiatkan dengan tetap berpedoman pada spirit ber-oposisi terhadap pria. Dengan kata lain, kontra-pria merupakan pendirian kaum perempuan untuk keluar dari posisi sebagai subordinat kaum pria. Sebagian wanita (sophis) berpidato, bahwa Emansipasi Wanita (EW) mengambil dasar kesejajaran dan kemitraan dengan pria. Sebenarnya tidaklah demikian. Justru Emansipasi Wanita (EW) mengambil dasar untuk ‘mengatasi’ kaum pria, untuk membuktikan bahwa wanita adalah lebih baik dari pria di tempat kerja, sementara itu, kaum pria bisanya hanya menjerumuskan kaum wanita, menghambat kemajuan kaum wanita, dan menganggap wanita sebagai subordinat kaum pria buat selama-lamanya.

Pada suatu situs, kaum wanita sophis menurunkan kalimat,

“Data yang ada menunjukkan bahwa perempuan secara konsisten berada pada posisi yang lebih dirugikan daripada laki-laki”.

Tidaklah demikian. Pendirian yang menyatakan bahwa perempuan secara konsisten berada pada posisi yang lebih dirugikan, hanya datang dari kelompok penggiat Emansipasi Wanita (EW). Biar bagaimana pun tidak dapat diingkari, tidak dapat dihindari, bahwa penggiat Emansipasi Wanita (EW) akan berbuat apa saja, termasuk menghalalkan segala cara, mendramatisir data, dsb, untuk menghujat kaum pria, demi mencapai tujuan emansipasi.

Di dalam kasus ini, penggiat Emansipasi Wanita (EW) jelas sekali ingin menghujat kaum pria, demi mendapat simpati luas supaya tujuannya yaitu Emansipasi Wanita (EW) dapat tercapai.

Kalimat ini seutuhnya merupakan dramatisir yang diusung kaum wanita sophis, juga penggiat Emansipasi Wanita (EW). Kalimat tersebut menyiratkan seolah ada ketidakadilan di atas bumi ini terhadap kaum perempuan, yang mana ketidakadilan tersebut dibuat dengan sengaja oleh kaum pria, untuk menyengsarakan kaum perempuan buat selama-lamanya.

Padahal faktanya, setiap orang di dalam setiap masyarakat nyatanya hidup rukun dan harmonis, saling menyayangi, dan saling menghormati. Pun, kalau memang ada wanita yang dirugikan, atau ‘disengsarakan’ oleh kaum pria, maka itu hanya KASUISTIK, dan jumlahnya jauh untuk dikatakan SIGNIFIKAN. Jelas kalimat tersebut merupakan fitnah dan dramatisasi murahan.

Tidak tampak di mata kaum wanita sophis, bagaimana kaum pria sangat menyayangi kaum wanita, betapa kaum pria sabung-nyawa di pekarangan rumah demi membela kaum perempuan, betapa kaum pria mendaki gunung karang yang terjal demi bisa memberikan intan berlian kepada perempuan mereka.

Kalau malam menjadi dingin, siapa yang menghangatkan wanita? Kalau terjadi perang, siapa yang melindungi wanita? Kalau wanita kelaparan, siapa yang mencari makan untuk perempuan? Kalau banjir bandang menerjang, siapa yang memangku perempuan tinggi-tinggi? Kalau matahari panas terik, siapa yang memberi payung kepada perempuan?

Itu semua tidak tampak di mata kaum sophis, karena yang tampak adalah bahwa kaum pria adalah bengis terhadap kaum perempuan, selalu mengkerangkeng perempuan di dapur supaya tidak maju-maju, selalu menjebak perempuan pada posisi yang mengerikan, dsb. Wanita, tidak pernah bersukur kepada Tuhan Yang telah membuat kaum pria menyayangi wanita lebih dari apapun. Bukannya bersyukur, malah memfitnah kaum pria.

Tepat sekali untuk menyatakan bahwa inilah kontra-pria, yaitu geliat untuk selalu menghujat kaum pria, menuding kaum pria, dan oleh karena itu selalu ingin ‘mengatasi’ kaum pria. Di dalam kontra-pria yang diusung kaum wanita sophis ini, kaum pria selalu dilukiskan sebagai ‘buto’, raksasa bengis, yang tidak ingin melihat wanita maju, yang selalu menghambat kemajuan kaum wanita. Dan kemudian, kontra-pria ini dilanjutkan dengan pendirian, bahwa sebenarnya kaum wanita itu jauh lebih baik dari pria, khususnya di tempat kerja, sebagai pemimpin, dan di sektor publik.

Sama seperti Emansipasi Wanita (EW) yang tidak mempunyai dasar logika dan kebijaksanaan, maka kontra-pria pun juga demikian. Kedua hal tersebut keluar dari pendirian kaum perempuan. Hmmmm perempuan ……

Wallahu a’lam bishawab.

Leave a comment