Emansipasi Wanita Dan Efek Dari Melimpahnya Pekerja

006687500_1550228303-jagung1

Seseorang pergi ke pusat belanja, dan di setiap toko, ia melihat betapa melimpahnya baju yang dijajakan orang di pusat belanja tersebut. Anggap saja di pusat belanja  tersebut terdapat 100 toko baju. Setiap toko mendisplaykan banyak baju yang begitu melimpah. Tidak pernah ada satu toko baju yang kehabisan barang dagangannya, melainkan semakin melimpah ruah saja baju-baju yang mereka perdagangkan di pusat belanja. Kapan habisnya baju-baju dagangan tersebut? Tidak. Persediaan dagangan mereka tidak akan pernah habis, melainkan semakin menumpuk. Padahal semua orang melihat, betapa banyak pembeli yang datang ke pusat belanja, dan setiap mereka membeli baju. Lantas mengapa barang dagangan mereka tidak pernah habis, melainkan semakin menumpuk di toko-toko mereka?

Itu baru toko baju; itu baru komoditas baju-jadi. Lantas bagaimana dengan barang dagangan yang lain? Ingat, hal yang sama juga terjadi pada komoditas lain. Sepatu? Celana? Dasi? Pakaian dalam? Baju koko? Ikat pinggang? Tas? Kesemua mata dagangan tersebut begitu melimpah di setiap tokonya, dan tidak pernah habis, padahal banyak sekali masyarakat yang datang membeli barang-barang yang mereka perdagangkan. Lantas mengapa tidak pernah habis?

Muncul satu pertanyaan. Barang-barang dagangan yang tidak laku dijual, yang tidak dibeli oleh masyarakat, tentu menjadi seperti sisa. Lantas kemana perginya sisa dagangan mereka yang tidak laku di toko? Tentu saja, mudah untuk dikatakan bahwa barang dagangan tersebut akhirnya menjadi limbah komoditas, atau limbah pasar. Atau mungkin juga didaur ulang menjadi bentuk mata dagangan lainnya. Intinya, terjadi kemubaziran (dan mubazir adalah teman Setan!). Dan juga tidak salah kalau dikatakan bahwa keseluruhan barang tersebut akhirnya menjadi polusi bagi tata alam Semesta ini yang semulanya adalah permai dan murni.

Bayangkan. Betapa banyak sepatu yang tidak laku di toko. Namun di tempat lain, pabrik sepatu terus menghasilkan banyak sepatu yang siap dijual. Bukankah berarti itu ada banyak sepatu yang tidak laku? Penting untuk diingat, bahwa kendati banyak sepatu yang tidak laku di toko, toh produksi sepatu di pabrik sepatu tidak pernah berhenti, mereka terus menghasil-kan sepatu-sepatu baru …… dan ketika sepatu baru sudah siap dibuat, langsung dikirim ke toko-toko sesuai perjanjian dagang, anggap saja demikian. Sementara tidak setiap hari warga datang ke  toko untuk membeli sepatu.

Maka terjadilah penumpukan, maka terjadilah kemubaziran. Dan kemubaziran adalah  temannya setan.

Perhitungan matematis.

Kalau diilustrasikan, seperti ini: pabrik baju menghasilkan 10 baju setiap hari. Kemudian keseluruhan baju tersebut mereka kirim ke toko baju A. Dan kemudian, toko baju A hanya laku menjual 3 atau 4 baju. Itu artinya 6 baju menjadi sisa, karena hari tersebut yang laku terjual hanya 4.

Namun di tempat lain, pabrik baju masih saja menghasilkan 10 baju setiap hari, dan kemudian mereka kirim ke toko baju A. Sepuluh baju ditambah sisa kemarin, 6 baju. Berarti ada 16 baju yang didisplay di toko baju A.

Pada hari tersebut, baju yang laku terjual berjumlah 5. Berarti 16 baju dikurang 5 baju, sisa 11 baju di toko tersebut.

Hari berikutnya, sang pabrik tetap menghasilkan 10 baju, dan kemudian mereka kirim ke toko baju A. Dikalkulasikan, sisa kemarin adalah 11, kemudian ditambah kiriman baru berjumlah 10, berarti ada 21 baju yang akan diperdagangkan di toko A. Namun berapa baju yang laku terjual? Anggaplah 5 baju saja yang laku terjual. Berarti ada sisa 16 baju sisa. Dan begitu seterusnya.

Maka lama kelamaan baju / barang dagangan mereka terus menumpuk di toko. Pada akhir bulan, mungkin sisa baju yang begitu banyak mereka lepas ke toko lain dengan banting harga. Atau mungkin juga mereka daur ulang. Atau mereka taruh di toko lain untuk diobral dengan harga semurah mungkin.

Intinya tetap sama, secara keseluruhan.  Terdapat limbah pasar, limbah komoditas, kita sebut saja demikian.  Karena tidak mungkin, karena mustahil, kalau pabrik pada satu hari menghasilkan 10 baju, maka kemudian kesepuluhnya laku terjual, dan hal tersebut terjadi setiap hari. Mustahil!

Lantas bagaimana dengan komoditas lainnya? Bukankah ceritanya sama juga? Yaitu diproduksi secara massal setiap hari, dan ketika didagangkan di toko, maka yang laku terjual hanya sejumlah kecil. Kemudian produksi jalan terus, dan tetap saja yang terjual hanya sekian. Artinya ada penumpukan. Mungkin kita bisa mengatakan bahwa itu semua adalah sampah komoditas.

Dan ada berapa komoditas di dalam kehidupan ini? Banyak. Mungkin ada sekian ratus, ditambah dengan variannya yang juga melimpah. Tidak ada data yang menulis bahwa jumlah penawaran (jumlah diproduksi) dengan jumlah permintaan (jumlah pembelian) berbanding sejajar. Kalau statistiknya sejajar, tentulah setiap toko kosong melompong saat tutup di sore atau malam hari.

Mubazir. Limbah komoditas. Polusi terhadap alam Semesta. Itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan barang-barang dagangan yang terus menggunung di toko maupun di gudang penyimpanan.

Ilustrasi matematis.

Kota Jakarta. Anggaplah jumlah penduduk Jakarta usia produktif nya adalah 1 juta orang, 500 laki-laki dan 500 perempuan.

Kemudian, Jakarta mempunyai aturan bahwa perempuan dilarang bekerja di dalam bentuk apa pun. Dengan kata lain, Jakarta menyelenggarakan Hukum Waras, alias Wanita Di Rumah Saja: Domestikalisasi Wanita. Aturan tersebut mengatur bahwa perempuan hanya boleh menjalankan kodrat domestik, alias di rumah saja.

Lantas bagaimana dengan laki-laki? Ya, yang boleh kerja hanyalah laki-laki. Jadi dengan kata lain, dari keseluruhan jumlah penduduk Jakarta usia produktif, hanya setengah nya saja yang boleh bekerja, yaitu yang laki-lakinya saja.

500 laki-laki tersebut, sudah habis diserap untuk bidang pekerjan ……

  • Tata Pemerintahan.
  • Pertukangan: membuat kuali, cobek, alat parut, pisau, talenan, sepatu, terasi, ikan asap, kusen rumah, gula merah, tukang service, terasi, kompor, bakiak, bakul dsb.
  • Berdagang di pasar.
  • Agrikultur (berkebun, bersawah, dsb).
  • Pertambangan
  • Transportasi
  • Menjadi guru atau dosen untuk mendidik penerus bangsa.
  • Menjadi pemuka agama.
  • Menjadi tentara penjaga perbatasan.
  • Dokter
  • Tenaga kebersihan.
  • Penegak hukum.
  • Nelayan
  • Dsb -yang merupakan bidang pekerjaan pada masyarakat lampau / purba.

Bidang pekerjaan atau pangker (lapangan kerja) di atas sebenarnya adalah pangker PRIMER, karena memang harus ada yang menjabatnya, karena semua masyarakat yang beradab harus menyelenggarakannya, karena semua kebutuhan masyarakat beradab ada pada pangker yang PRIMER tersebut.

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah, bahwa dengan kebijakan ini (yaitu hukum Waras), maka terjamin sudah bahwa laki-laki TIDAK AKAN ADA yang menjadi pengangguran, karena bidang-bidang pekerjaan yang tersedia (yaitu pangker primer) harus dijabat oleh pekerja laki-laki saja. Dan kalau semua laki-laki bekerja, maka akan berkurang drastis-lah angka kriminal, karena semua lelaki sudah mempunyai pekerjaan masing-masing yang layak. Mereka sudah terlanjur sibuk dengan PEKERJAAN LAYAK dan jabatan mereka, sehingga mereka tidak akan punya waktu untuk berbuat kriminal, sementara kebutuhan mereka akan nafkah pun memang sudah terpenuhi.

Kalau sudah begini, maka ……..

  • Siapa yang akan membuat baju di dalam jumlah yang melimpah?
  • Siapa yang akan membuat sepatu di dalam jumlah melimpah?
  • Siapa yang akan membuat Tas? Secara melimpah?
  • Siapa yang akan membuat Ikat pinggang?
  • Siapa yang akan membuat Kendi? Secara melimpah?
  • Siapa yang akan membuat Tembikar? Secara melimpah?
  • Siapa yang akan membuat komputer? Secara melimpah?
  • Siapa yang akan membuat mobil? Secara melimpah?
  • Siapa yang akan membuat springbed? Secara melimpah?
  • Siapa yang akan membuat plastik? Secara melimpah?
  • Siapa yang akan membuat mainan anak-anak modern? Secara melimpah?
  • Siapa yang akan membuat barang pecah-belah di dalam jumlah melimpah?
  • Siapa yang akan membuat produksi kuliner yang penuh zat pewarna, zat perasa dan zat pengawet? Secara melimpah?

Jawab, tidak ada. Pertama -karena semua perempuan dilarang bekerja, dan kedua – karena semua laki-laki sudah habis terserap di pangker (lapangan kerja) PRIMER.

Dengan demikian, dengan hanya membolehkan pria saja yang kerja, maka itu merupakan jaminan bahwa tidak akan terbentuk polusi alam, atau limbah komoditas: tidak akan ada lagi industri SEKUNDER apalagi industri TERSIER –dengan semua limbah polutan, untuk menghasilkan produk di dalam jumlah melimpah. Tak akan terjadi lagi, di mana seseorang pergi ke pusat belanja, kemudian ia melihat setiap toko baju mempunyai koleksi baju yang melimpah dan tidak pernah ada habisnya, justru semakin menggunung, dan akhirnya menjadi limbah komoditas. Begitu juga dengan komoditas lainnya, keseluruhannya hanya tersedia di dalam jumlah yang terbatas, karena terbatas juga pekerja yang membuatnya, karena yang bekerja hanya laki-laki.

Bisa dikatakan, akan banyak industri dan atau pabrik yang kolaps, karena kehilangan pekerja (karena yang boleh bekerja hanya laki-laki). Dengan demikian, kembalilah umat dan bumi pada kemurnian dan kelestariannya, sementara rejeki akan terus Allah Swt limpahkan kepada umatNya tanpa putus-putusnya, karena rejeki adalah urusan Tuhan, sementara kemurnian umat dan bumi, urusan siapa? Urusan umat manusia tentunya, itulah sebabnya Allah Swt turunkan kitabsuciNya kepada umat manusia sebagai petunjuk moral.

Karena kalau perempuan juga turut bekerja, maka akan banyak lelaki yang tidak terakomodir di pangker primer, karena kebanyakan pangker telah diserobot kaum perempuan secara massif, sementara mereka para lelaki tetap butuh duit dan butuh makan. Maka solusinya adalah, mereka para lelaki membuat usaha sendiri sampai pada derajat industri sekunder dan primer, maka akan banyaklah bermunculan pabrik baju, pabrik sepatu, pabrik kendi, pabrik pakaian dalam, pabrik keramik, pabrik kuliner yang penuh zat racun, dsb yang lebih banyak lagi. Ujung-ujungnya, pasar akan mengalami kelimpahan produk yang menggunung, sementara yang membeli hanya segelintir. Maka itulah polusi komoditas. Rusaklah alam.

Belum lagi dengan efek saingan ketat dan sengit di antara pekerja laki-laki yang bekerja di pangker / industri sekunder dan tersier. Mereka akan bersaing begitu ketat, sampai dorong-dorongan bahkan bunuh-bunuhan di antara mereka demi mendapatkan pembeli, atau mendapatkan lahan untuk tempat usaha mereka. Ini sungguh menjadi pemandangan yang menyedihkan.

Dengan hanya laki-laki yang bekerja (sementara perempuan kukuh menjalankan kodrat domestik yaitu selalu tinggal di dalam rumah / Hukum Waras), maka pangker yang tersedia dan terlayani di dalam hal rekrutmen -hanya pangker primer. Hal ini dikarenakan jumlah pekerja sangat terbatas, yaitu laki-laki saja, perempuan tidak. Dan kalau suatu negeri hanya mempunyai pangker primer (tidak ada industri sekunder dan tersier), maka akan terbebaslah bumi ini dari limbah dan polusi komoditas. Dan yang terpenting, akan terbebas juga manusia dari naluri materialisme, hedonisme, industrialistis, kapitalis dsb, dikarenakan barang-barang produksi (yang tidak terlalu dibutuhkan) telah menghilang dari kehidupan.

Namun kalau perempuan turut bekerja, maka akibatnya akan banyak laki-laki yang tercampak dari pangker primer, sementara mereka tetaplah butuh nafkah dan pencarian. Ya jelaslah mereka akan membangun pangker SEKUNDER bahkan pangker / industri TERSIER, seperti pabrik sepatu, pabrik mobil, pabrik baju, pabrik pakaian dalam, dan itu artinya akan banyak produksi perhari di dalam jumlah melimpah, karena mereka butuh pendapatan yang tinggi. Akhirnya pun, akan meledaklah polusi komoditas.

Mengapa Islam melarang perempuan bekerja? Ya, karena alam ini hanya bisa dirawat kalau kehidupan yang terselenggara di atasnya hanya menyelenggarakan pekerjaan (atau kebutuhan) primer, TIDAK SAMPAI KE SEKUNDER, APALAGI TERSIER ….. manifestasinya adalah dengan tidak mengijinkan perempuan bekerja, dan itu semua demi tetap murninya umat dan bumi, dan terbebasnya umat manusia dari mental materialisme dan kapitalisme dsb.

Bayangkan kalau tidak ada perempuan yang bekerja, maka kehidupan ini akan terbebas dari berbagai komoditas yang sebenarnya TIDAK PERLU ADA. Dan itu artinya bumi akan tetap murni dan agung, tempat terbaik untuk membesarkan anak-anak, karena semua bentuk produk yang ada, tersedia di dalam bentuk sederhana dan secukupnya saja, karena keterbasan pekerja, pun di dalam jumlah terbatas. Sementara rejeki yang merupakan urusan Tuhan, akan tetap tercurah atas umat manusia tanpa kecuali.

Emansipasi Wanita atau Setback?

Dengan tidak adanya perempuan yang bekerja, maka itu menjadi jaminan ………

  • Tidak adanya televisi di dalam jumlah melimpah, karena siapa yang bisa membuat tivi di dalam jumlah melimpah?
  • Jutaan mobil tidak akan pernah ada di dalam kehidupan ini, karena siapa yang bisa membuatnya? Laki-laki? Bukankah semua laki-laki sudah habis terserap dipekerjakan di pangker primer?
  • Tidak akan ada motor di dalam jumlah yang melimpah, karena tidak ada yang bisa membuat motor di dalam jumlah melimpah, karena pekerjanya, yaitu para pria, sudah habis diserap di pangker primer, sedangkan perempuan tidak boleh bekerja.
  • Tidak akan ada (kantong) plastik di dalam jumlah yang melimpah, karena tidak ada yang bisa membuat kantong plastik di dalam jumlah melimpah, karena pekerjanya, yaitu para pria, sudah habis diserap di pangker primer.
  • Tidak akan ada kuliner yang mengandung zat pewarna, zat perasa, zat pengawet dsb, karena pekerja yang membuatnya yaitu kaum pria telah habis terserap pangker primer.

Maka terbebaslah bumi ini dari segala sampah komoditas, dan tetap terjaga kemurniannya, sementara di lain pihak rejeki Tuhan akan terus melimpah atas umatNya. Artinya, tanpa harus ada pekerja perempuan, toh rejeki Tuhan akan terus dilimpahkan kepada umatNya, sementara bumi dan kehidupan yang berlangsung di atasnya tetap terpelihara secara murni. Lebih dari itu pun, kaum perempuan akan tetap terjaga kemurnian roh dan tubuhnya karena selalu terlindungi di rumah masing-masing dari fitnah kota yang begitu keji.

Namun pada satu titik, bukankah ini menjadi setback bagi kemajuan jaman? Bukankah jaman memang sudah seharusnya dimodern-kan, dicanggihkan dan dikembangkan? Harus seperti apakah jawabannya? Ketika jaman sudah dipenuhi mobil, motor, tv canggih, ponsel canggih, komputer dan laptop, dsb, tiba-tiba ada satu anak manusia mempunyai fikiran untuk MEN-SEDERHANA-KAN kehidupan di muka bumi ini, yaitu dengan menghilangkan berbagai industri komersial (industri barang kebutuhan sekunder maupun tersier), dengan cara mengamalkan hukum Waras.

Dua bangunan di dalam kehidupan.

Di dalam kehidupan ini hanya ada dua bangunan, dan dua bangunan ini tidak akan pernah rukun satu sama lain sampai kiamat: mereka akan saling bertolak belakang. Kalau satu bangunan jaya dan megah, maka ia akan menginjak bangunan yang lain hingga runtuh dan rebah ke tanah. Demikianlah hukum alam.

Apakah dua bangunan tersebut? Dua bangunan tersebut adalah bangunan duniawi dan bangunan rohani: duniawi dan rohani (keimanan, keagungan mental, keagungan budi pekerti, moral yang unggul dan teduh, kesederhanaan jiwa, jujur, dan kehidupan agama yang sangat kuat). Tidak ada di dalam sejarahnya di mana dua bangunan ini berjalan secara paralel dan rukun satu sama lain. Yang benar-benar terjadi justru adalah bahwa satu bangunan akan menginjak bangunan lainnya tanpa ampun. Kalau bangunan rohani yang jaya, maka bangunan duniawi hancur berkeping-keping. Demikian juga kebalikannya, kalau bangunan duniawi yang bangkit, maka bangunan rohani akan hancur berkeping-keping, karena sifat manusia yang serakah dan tidak pernah merasa cukup dengan harta satu lembah. Tidak pernah dua bangunan tersebut saling sokong, saling menguatkan, atau saling mendukung.

Sekarang adalah jaman di mana bangunan duniawi telah jaya, dan seluruh umat telah menyaksikan betapa kejayaan duniawi telah menghancurkan dan membinasakan kehidupan rohani, sehingga melahirkan individu-individu yang lemah Iman, serakah, tidak jujur, dan tidak mendambakan moral yang agung. Mereka pacaran, berzina, kumpul kebo, merampok, prostitusi, kawin cerai, menipu, aborsi anak hasil zina, membunuh demi merampas harta benda, menumpuk harta (dengan cara suami dan istri sama-sama kerja, misalnya. Padahal gaji suami telah lebih dari cukup), korupsi, pamer aurat, bangkai bayi di tempat sampah, khalwat, munafik bermuka dua, dsb, itu semua demi mereka bisa mendapat duit sebanyak mungkin sehingga mereka berani melupakan nafas rohani yang telah disediakan Tuhan di dalam Firman suciNya.

  • Mengapa mereka ingin mempunyai duit banyak?
  • Jawabannya jelas, karena BEGITU banyaknya komoditas sekunder dan juga tersier dan harta benda menawan hati di pasar.
  • Dan mengapa BEGITU banyak harta benda  sekunder dan juga tersier nan menawan di pasar?
  • Jawabannya jelas, karena BEGITU banyak pekerja di dunia kerja khususnya industri sekunder dan primer.
  • Dan mengapa BEGITU banyak pekerja? Jawabannya jelas, karena perempuan diberi akses ke pangker.

Dan yang jelas, keseluruhan hal tersebut berPARALEL dengan jayanya faktor bangunan duniawi, maka diinjak-injaklah bangunan rohani, hancurlah rohani dan spiritualitas setiap individu. Kejujuran sudah tidak diagungkan lagi, karena rohani telah kolaps sedemikian rupa di bawah keperkasaan bangunan duniawi (yang ditandai dengan banyaknya komoditas sekunder dan tersier di pasar).

Inilah jaman di mana bangunan rohani hancur berkeping-keping, dan itu semua karena perempuan diberi akses bekerja, yang dari perempuan bekerja ini maka banyaklah laki-laki yang tercampak dari pangker primer, konsekwensinya adalah para pria pengangguran ini membangun banyak industri sekunder dan tersier (demi cari makan) …………, bangkitlah pangker (atau industri) sekunder dan juga tersier. Makin mabuklah manusia setiap hari karena begitu melimpahnya komoditas pasar dan harta duniawi menawan hati yang telah diproduksi di pabrik-pabrik sekunder maupun tersier.

Emansipasi Wanita Dan Efek Dari Melimpahnya Pangker

Sekarang pertanyaannya adalah, mengapa bangunan duniawi bangkit dan mendapatkan kekuatannya untuk menghancurkan bangunan rohani? Jawabannya adalah ……. Emansipasi Wanita!! Karena perempuan diberi akses untuk bekerja, berdampingan dengan pekerja laki-laki.

Dengan masuknya perempuan ke dunia kerja, maka melimpahlah tenaga kerja, dan itu artinya akan banyak pekerja pria yang akan tercampak dari pangker alias mereka menjadi pengangguran. Mereka pun tidak tinggal diam, karena mereka tetap butuh makan dan nafkah untuk keluarga. Maka mereka, para pekerja pria yang tercampak dari pangker primer, berinisiatif untuk membangun komoditas sekunder dan tersier. Maka bangkitlah banyak industri sekunder dan tersier. Hal berikut yang terpantik adalah banyaknya harta komoditas sekunder dan tersier nan menawan di pasar, semua orang menginginkannya. Maka berduyun-duyunlah manusia membeli komoditas sekunder dan tersier tersebut. Itu artinya mereka harus mempunyai duit yang banyak. Keinginan untuk mempunyai duit yang banyak, maka lama kelamaan mereka menanggalkan kejujuran dan kedekatan rohani kepada Tuhan, karena mereka telah gelap mata melihat komoditas sekunder dan tersier nan menawan di pasar. Itulah saat di mana bangunan duniawi bangkit dan kemudian menginjak dan menghancurkan bangunan rohani. Manusia mulai menjauhi Tuhan, mereka menjauhi kekuatan rohani.

Pertimbangan lain muncul. Banyaknya harta sekunder dan tersier di pasar, akan terus bertambah banyak dan menggunung di pasar. Maka banyaknya harta / komoditas sekunder dan tersier menjadi limbah kehidupan yang mencemari bumi, laut dan udara. Itu artinya celaka besar untuk anak cucu dan keturunan, karena kelak mereka akan mendapatkan bumi sebagai tempat yang berbahaya.

Akhir kata, Emansipasi Wanita telah memulai terjadinya ketidak-seimbangan alam raya, karena masuknya perempuan ke dunia kerja, memantik bangkitnya industri sekunder dan tersier, dan hal tersebut benar-benar telah menghancurkan kejujuran dan integritas manusia sebagai mahluk yang bertuhan. Ketidak seimbangan alam juga telah merongrong kemurnian bumi sehingga bumi menghadapi polusi yang mengerikan, termasuk Global Warming.

Intinya, apakah salah kalau di dalam kehidupan ini hanya ada pangker primer, di mana yang menjabat semua posisi primer hanya kaum pria, dan menempatkan seluruh perempuan tinggal di rumah untuk menunaikan tugas domestik? Apakah salah kalau di dalam kehidupan ini tidak ada industri sekunder dan tersier? Dan apakah memang benar bahwa umat manusia butuh komoditas sekunder dan tersier mati-matian?

Jawabannya hanya ada satu: tumpaslah Emansipasi Wanita, pastikanlah bahwa seluruh perempuan tinggal di rumah masing-masing, karena tugas dan kodrat perempuan memang diam di rumah untuk membesarkan anak-anak dan menuntaskan seluruh tugas domestik. Dan yang terpenting, diamnya perempuan di rumah adalah untuk melindungi roh dan tubuh perempuan dari segala fitnah kota nan keji.

Dengan MENTIADAKAN Emansipasi Wanita, maka kelak seluruh industri sekunder dan tersier akan lenyap (karena akan kekurangan / kehilangan pekerja), dan sehingga seluruh umat hanya tinggal menyelenggarakan pangker / industri primer, dan itu artinya kemurnian untuk bumi, dan juga kemurnian untuk jiwa manusia agar tetap rohani, tetap dekat kepada Tuhan.

Hancurkan bangunan duniawi.

Tepat sekali, bangunan rohani (ukhrawi) telah rebah ke tanah dan dihancurkan oleh bangunan duniawi. Kehancuran moral telah pecah di segala tempat di kolong langit Tuhan. Semua orang telah menjadi saksi utama atas begitu dahsyatnya kehancuran moral, ketika moralitas sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sudah banyak pacaran, dan pacaran berkubang zina, pamer aurat, khalwat, kumpul kebo, freesex, hamil di luar nikah, bangkai bayi di tempat sampah, dsb, merupakan bentuk telah hancurnya bangunan rohani, karena telah bangkitnya bangunan duniawi – karena melimpahnya jumlah pekerja setelah kaum perempuan diberi akses ke dunia kerja.

Tepat sekali, bangunan duniawi memang harus dihancurkan secara tuntas, agar dengan demikian rohani umat terhadap Tuhan tetap dekat dan kuat. Dan satu-satunya cara untuk mengeliminasi bangunan duniawi (agar bangunan rohani bangkit kembali) adalah dengan menumpas habis Emansipasi Wanita. Tetapkanlah perempuan selalu di dalam rumah, dan tetaplah pada titah Illahi UNTUK TIDAK MEMBERI AKSES PEMBERDAYAAN kepada perempuan, di dalam bentuk akses pendidikan hingga setinggi-tingginya, dan kemudian juga akses ke dunia kerja. Dengan tidak ada nya lagi pekerja perempuan, maka tinggal laki-laki saja yang bekerja dan berkarir, maka hal tersebut secara lambat laun akan MERUNTUHKAN bangunan duniawi, akan banyak pabrik yang tutup, akan banyak industri yang tutup karena jumlah pekerja sangat terbatas, yaitu laki-laki saja. Dengan latar belakang bahwa pekerja hanya dari kaum pria, maka pangker yang tersedia hanya pangker / industri primer. Maka akan bangkitlah bangunan rohani; maka selamatlah bumi dan kehidupan  di atasnya.

Sekali lagi: Setback?

Dengan ditumpasnya Emansipasi Wanita, dengan ditutupnya akses bekerja bagi kaum perempuan, tidak serta merta menimbulkan setback bagi kehidupan ini. Kelestarian alam, keagungan moral dan kemurnian rohani terhadap Tuhan YME adalah di atas segala-galanya. Terjauhkanlah umat manusia dari materialistis, hedonis, individualistis dan kapitalis. Intinya, umat manusia tidak butuh komoditas sekunder dan tersier, karena keseluruhan hal tersebut justru hanya membuat umat manusia menjadi serakah dan materialistis, kapitalis dan individualistis.

Setback, dan tidak ada yang perlu dirisaukan dari setback, karena kelak seluruh umat hanya membutuhkan penyelenggaraan pangker / industri primer, dan kemurnian roh dan jiwa. Tidak dapat disangkal, bahwa umat manusia butuh dan mendambakan kehidupan yang simple dan murni, jauh dari polusi, dan jauh dari dekadensi (kejatuhan) moral. Tidak ada yang serba kekurangan kalau kehidupan ini hanya menyelenggarakan pangker primer, yang manifestasinya adalah hanya pria yang boleh bekerja. Tuhan akan mencukupkan kebutuhan umat, karena rejeki hanya ada di tangan Tuhan.

Penutup.

Tentunya paparan ini tidak akan berakhir di sini. Masih banyak hal yang harus diungkapkan demi kelestarian bumi, keagungan moral dan kedekatan umat kepada Tuhan. Dan inti dari keseluruhan paparan ini adalah tumpaslah Emansipasi Wanita, karena Emansipasi Wanita ternyata adalah satu-satunya penyebab yang memantik begitu banyak kesia-siaan.

Selama kaum perempuan mempunyai  akses ke dunia kerja, maka selama itu pula rohani umat akan hancur berkeping-keping. Selama jutaan perempuan mempunyai akses ke  dunia kerja, maka selama itu juga keduniawian akan terus jaya dan menggerus kerohanian anak-anak manusia …….. sehingga banyaklah terjadi bencana moralitas: zina, freesex, kawin cerai, bangkai bayi di tempat sampah, pamer aurat, korupsi, playboy, haram jadi halal, khalwat, polusi alam semesta, dsb.

Wallahu a’lam bishawab.

-o0o-

Wanita Domestik Dan Tugas Menenun Kain Di Rumah

Jaman purba.

Pada jaman purba, atau pada jaman Siti Nurbaya, atau tepatnya ketika belum tercetus Emansipasi Wanita, keseluruhan kaum perempuan  tinggal di rumah untuk menyelesaikan tugas domestik (masak, mencuci baju dan mencuci piring, merapikan rumah, merapikan tempat tidur dsb) dan juga tugas membesarkan anak.

Tentunya tugas-tugas tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama untuk ditunaikan, apalagi di dalam satu rumah terdapat beberapa perempuan, baik sang ibu, anak perempuannya, dan juga sang nenek dsb.  Maka bisa jadi pekerjaan domestik keseluruhan nya telah diselesaikan pada tengah hari. Lantas apa saja yang mereka perbuat di rumah setelah tengah hari?

Menenun. Ya, menenun kain lah yang mereka perbuat di waktu senggang, untuk keperluan busana seluruh anggota keluarga. Dengan kata lain, mereka menenun bukan untuk tujuan komersial alias untuk dijual, melainkan untuk kebutuhan keluarga semata.

Namun tampaknya jaman sekarang di mana industri subur di setiap negeri, kealamiahan perempuan sebagai penenun kain,  tergerus. Pertama karena telah banyak berdiri pabrik kain. Pun kedua, perempuannya pun  telah meninggalkan kodrat domestik mereka, ketika mereka keluar rumah untuk pemberdayaan, baik menuntut Ilmu maupun bekerja mencari karir dan nafkah. Kalau semua / banyak perempuan sudah tidak lagi berada di rumah, maka siapa lagi yang menenun? Tidak ada tentunya. Maka lambat laun tradisi penenunan kain yang diamalkan kaum perempuan, sirna – dan berganti dengan banyaknya pabrik kain.

Jaman sekarang.

Jaman sekarang, telah berdiri tegak bangunan yang disebut Emansipasi Wanita. Emansipasi Wanitalah satu-satunya tenaga yang membuat perempuan terlontar jauh dari tradisi menenun kain. Justru kaum perempuannya yang pergi ke pabrik kain sebagai buruh pabrik.

Logika mengajarkan bahwa perempuan harus senantiasa diam di rumahnya, karena diam di rumah secara perlahan akan membuat perempuan kembali kepada kealamiahan mereka yaitu menenun kain. Dengan kata lain, Emansipasi Wanita haruslah ditumpas, yang mana itu artinya perempuan kembali akan menjadi insan penenun kain untuk kebutuhan keluarga.

Kalau semua perempuan kukuh di rumah masing-masing, maka pasti akan banyak industri yang kolaps, karena kehilangan atau kekurangan tenaga kerja. Dunia akan kembali ke alam di mana pangker (lapangan pekerjaan) yang tersedia hanya pangker primer, dan hanya dimiliki kaum pria sebagai pencari nafkah.

Sekarang pertanyaannya adalah, kalau semua industri banyak yang kolaps, maka bukankah itu berarti pabrik kain juga akan tutup? Lantas bagaimana dengan kebutuhan kain bagi masyarakat, kalau pabrik kain banyak yang tutup lantaran kehilangan pekerja nya?

Jawabannya mudah. Kaum perempuan lah yang akan menenun kain di rumah masing-masing setelah mereka diarahkan untuk di rumah saja (Hukum Waras = wanita di rumah saja). Maka dengan demikian tidak akan ada lagi kendala di dalam hal pakaian dan busana, kendati pabrik kain banyak yang tutup, karena sudah dipenuhi oleh tenunan kaum perempuan yang  telah didomestikkan melalui gerakan anti Emansipasi Wanita.

Dan itu juga akan berarti berkurangnya limbah dan polusi serta limbah komodotas bagi alam semesta lantaran akan banyak pabrik yang tutup. Inilah salah satu hikmah dari Domestikalisasi Perempuan alias Anti Emansipasi Wanita.

Wallahu a’lam bishawab.

Silahkan lanjut untuk membaca artikel terkait: Wanita Bekerja Adalah Tanda Kiamat

One thought on “Emansipasi Wanita Dan Efek Dari Melimpahnya Pekerja

Leave a comment